Kebebasan Pers: Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas*

- 27 Juni 2024, 20:54 WIB
MOHAMMAD NASIR : Pengajar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI, dan penguji kompetensi wartawan, Mohammad Nasir menyampaikan materi mata ajar Critical Thinking, di SJI Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 2024.
MOHAMMAD NASIR : Pengajar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI, dan penguji kompetensi wartawan, Mohammad Nasir menyampaikan materi mata ajar Critical Thinking, di SJI Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 2024. /

Oleh: Mohammad Nasir*

KEBEBASAN, berpikir kritis, dan selalu skeptis adalah satu rangkaian sebagai upaya mencari kebenaran. Kebebasan, termasuk berpikir kritis menjadi hak asasi manusia yang paling hakiki. 

Kebebasan atau kemerdekaan secara umum di dalamnya termasuk kebebasan pers dan wartawan berpikir kritis tanpa batas. 

Sejauh masih bisa berpikir, pergunakanlah akal sehat bebas berpikir dengan jangkauan luas dan mendalam. Hidup macam apa, kalau berpikir saja takut. 

Untuk mengukuhkan kebebasan telah ditegaskan dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Kebebasan atau kemerdekaan pers selanjutnya ditetapkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dalam konsiderans UU tentang pers itu disebutkan, kemerdekaan pers diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Kemerdekaan pers UU Pers pada Bab II Pasal 2 disebutkan, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. 

Kemudian di bab yang sama pada pasal 4 ayat 1 dilanjutkan, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”. 

Halaman:

Editor: Donni


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah